BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar seperti halnya perkembangan berlangsung seumur
hidup, dimulai sejak dalam ayunan sampai liang lahat. Apa yang dipelajari dan
bagaimana cara belajarnya pada setiap fase perkembangan berbeda-beda. Banyak
teori yang membahas masalah belajar. Tiap teori bertolak dari asumsi atau
anggapan dasar tertentu tentang belajar. Oleh karena itu tidaklah mengherankan
apabila ditemukan konsep atau pandangan serta praktek yang berbeda dari
belajar. Meskipun demikian ada beberapa pandangan umum yang sama atau relatif
sama di antara konsep-konsep tersebut.
Di kalangan ahli psikologi terdapat keragaman dalam cara
menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar (learning). Namun, baik
secara eksplisit maupun secara implisit pada akhirnya terdapat kesamaan
maknanya, ialah bahwa definisi mana pun konsep belajar itu selalu menunjukkan
kepada suatu proses perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan
praktek atau pengalaman tertentu (Hilgard, 1948 : 4).
Dalam kasus lain yang ditemui, setiap anak adalah “unik”,
tidak dapat disamakan antara satu anak dan lainnya. Mereka mempunyai ritme
perkembangan yang berbeda-beda. Tak terbanyang jika semua anak sama. Seorang
ibu biasanya lebih peka dalam menangkap “perbedaan” dari anak-anak yang
dilahirkannya. Wajar jika kemudian ibu akan terus mencoba mencari pendekatan
yang tepat dan terbaik dalam menuntun perbedaan pada diri anak-anaknya. Dengan
memperhatikan apa yang berbeda dari tiap-tiap anaknya, orang tua akan
mengetahui bagaimana menyikapinya. Anak yang memiliki “perbedaan” karena
kekhususannya dikatakan sebagai anak berkebutuhan khusus dan harus dibimbing
sesuai dengan kekhususannya tadi. Anak berkebutuhan khusus yang dibahas dalam
buku ini adalah anak yang berkesulitan belajar.
Anak berkesulitan belajar merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari anak luar biasa. Oleh karena itu perlu, perlu pemahaman
terhadap anak berkesulitan belajar ditinjau secara histories, empiris, dan
teoritik. Ketiga tinjauan ini dapat memberikan gambaran yang luas terhadap pemahaman
anak berkesulitan belajar.
Persoalan anak kesulitan belajar di Indonesia merupakan
persoalan yang baru. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan adanya
penggunaan istilah mengenai hakikat kesulitan belajar secara keliru, banyak
orang termasuk sebagian besar para guru, tidak dapat membedakan antara
kesulitan belajar dengan tunagrahita. Tanpa memahami hakikat kesulitan belajar,
akan sulit pula menentukan jumlah anak berkesulitan belajar sehingga pada
gilirannya juga sulit untuk membuat kebijakan pendidikan bagi mereka.
Dengan memahami hakikat kesulitan belajar, jumlah dan
klasifikasi mereka dapat ditentukan dan strategi penanggulangannya yang efektif
dan efisien dapat dicari. Penyebab kesulitan belajar juga perlu dipahami karena
dengan pengetahuan tersebut dapat dilakukan usaha-usaha preventif maupun
kuratif. Oleh karena itu para calon guru bagi anak berkesulitan belajar perlu
memahami apa itu kesulitan belajar sebelum melakukan pengkajian yang lebih
mendalam tentang pendidikan mereka.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, untuk lebih fokus
dalam penulisa makalah ini, maka penulis dapat merumuskan permasalahan, yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi kesulitan
belajar?
2. Apa saja yang termasuk pada
klasifikasi kesulitan belajar?
3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan
kesulitan belajar?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas
2. Untuk mengetahui definisi,
klasifikasi dan faktor kesulitan belajar
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai
bahan pembelajaran supaya penulis dan pembaca mengetahui tentang kesulitan
belajar, klasifikasi dan faktor penyebabnya, dalam menempuh pendidikan agar apa
yang disampaikan bisa dimengerti, dipahami dan lancar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan terjemahan istilah bahasa
Inggris Learning Disability. Terjemahan tersebut, sesungguhnya kurang
tepat karena learning artinya belajar dan disability artinya ketidakmampuan;
sehingga terjemahan yang benar seharusnya adalah ketidakmampuan belajar.
Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan di
lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Pada tahun 1963
Samuel A. Kirk untuk pertama kali menyarankan penyatuan nama-nama gangguan anak
seperti disfungsi otak minimal (minimal brain dysfunction), gangguan neurologis
(neurological disorders), disleksia (dyslexia) dan afasia perkembangan
(developmental aphasia). Konsep tersebut telah diadopsi secara luas dan
pendekatan edukatif terhadap kesulitan belajar telah berkembang secara cepat,
terutama di negara-negara yang sudah maju.
Hallan, Kauffman, dan Lyoyd (1985: 14), memberikan batasan
kesulitan belajar sebagai berikut:
Kesulitan
belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses
psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau
tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan
mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung.
Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka
pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup
anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari
adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran atau motorik, hambatan karena
tunagrahita, karena gangguan emosional atau karena kemiskinan lingkungan,
budaya, atau ekonomi.
Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner
yang digunakan di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran.
Pada tahun 1963 Samuel A. Kirk pertama kali menyarankan penyatuan nama-nama
gangguan anak seperti disfungsi minimal otak (minimal brain dysfunction),
gangguan neurologis (neurological disorders), disleksia (dyslexia),
dan afasia perkembangan (developmental aphasia) menjadi kesulitan
belajar (Mulyono Abdurrahman,1995:9). Konsep ini diadopsi secara luas oleh
berbagai disiplin ilmu dalam upaya memahami dan mendalami kesulitan belajar
bagi perkembangan ilmu mereka.
2.2 Klasifikasi Kesulitan Belajar
Membuat klasifikasi kesulitan belajar tidak mudah, karena
kesulitan belajar merupakan kelompok kesulitan yang heterogen. Tidak seperti
tunanetra, tunarungu atau atau tunagrahita yang bersifat homogen. Kesulitan
belajar memiliki banyak tipe yang masing-masing memerlukan diagnosis dan
remediasi yang berbeda-beda. Betapa pun sulitnya membuat klasifikasi kesulitan
belajar, klasifikasi tampaknya memang diperlukan karena bermanfaat untuk
menentukan berbagai strategi pembelajaran yang tepat.
Secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan
ke dalam dua kelompok, sebagai berikut: (1) kesulitan belajar yang berhubungan
dengan perkembangan (developmental learning disabilities); dan (2)
kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan
belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan
persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam
penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya
kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas
yang diharapkan. Kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam
membaca, menulis, dan atau matematika.
Kesulitan belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau
orang tua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan
akademik. Sebaliknya, kesulitan belajar yang bersifat perkembangan umumnya
sukar diketahui, baik oleh orang tua maupun guru karena tidak ada
pengukuran-pengukuran yang sistematik seperti halnya dalam bidang akademik.
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan sering tampak sebagai
kesulitan belajar yang disebabkan oleh tidak dikuasainya keterampilan
prasyarat, yaitu keterampilan yang harus dikuasai lebih dahulu agar dapat
menguasai bentuk keterampilan berikutnya.
Meskipun beberapa kesulitan belajar yang berhubungan dengan
perkembangan sering berkaitan dengan kegagalan dalam pencapaian prestasi
akademik, hubungan antara keduanya tidak selalu jelas. Ada anak yang gagal
dalam belajar membaca yang menunjukkan ketidakmampuan dalam fungsi-fungsi
perseptual motorik, tetapi ada pula yang dapat belajar membaca meskipun
memiliki ketidakmampuan dalam fungsi-fungsi perseptual motorik.
Untuk mencapai prestasi akademik yang memuaskan, seorang
anak memerlukan penguasaan keterampilan prasyarat. Anak yang memperoleh
prestasi belajar yang rendah karena kurang menguasai keterampilan prasyarat,
umumnya dapat mencapai prestasi akademik yang diharapkan setelah lebih dahulu
anak menguasai keterampilan prasyarat tersebut. Untuk dapat menyelesaikan soal
matematika bentuk cerita misalnya, seorang anak harus menguasai lebih dahulu
keterampilan membaca pemahaman. Untuk dapat membaca, seorang anak harus sudah
berkembang kemampuannya dalam melakukan diskriminasi visual maupun auditif,
ingatan visual maupun auditoris, dan kemampuan untuk memusatkan perhatian.
Salah satu kemampuan dasar yang umumnya dipandang paling
penting dalam kegiatan belajar adalah kemampuan untuk memusatkan perhatian atau
yang sering disebut perhatian selektif. Perhatian selektif adalah kemampuan
untuk memilih salah satu di antara sejumlah rangsangan seperti rangsangan
auditif, taktil, visual, dan kinestetik yang mengenai manusia setiap saat.
Seperti dijelaskan oleh Ross (1976: 60), perhatian selektif (selective
attention) membantu manusia membatasi jumlah rangsangan yang perlu diproses
pada suatu waktu tertentu. Jika seorang anak memperhatikan dan bereaksi
terhadap banyak rangsangan, maka akan semacam itu dipandang sebagai anak yang
terganggu perhatiannya (distractible).
2.3 Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar di sekolah
itu banyak dan beragam. Apabila dikaitkan dengan faktor-faktor yang berperan
dalam belajar, penyebab kesulitan belajar tersebut dapat kita kelompokkan
menjadi dua bagian besar, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa
(faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor
eksternal).
Adapun
faktor-faktor penyebab kesulitan belajar itu, dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
A. Faktor internal, yang meliputi:
1. Faktor fisiologi
2. Faktor psikologi
B. Faktor eksternal, yang meliputi:
1. Faktor orang tua
2. Faktor sekolah
3. Faktor media masa dan lingkungan
sosial
Berikut ini akan diuraikan tentang faktor-faktor penyebab
kesulitan belajar, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
a. Faktor internal
1) Faktor Fisiologi
Seorang
anak yang sakit atau kurang sehat akan mengalami kelemahan fisik, sehingga
saraf sensorik dan motoriknya lemah akibatnya rangsangan yang diterima melalui
indranya tidak dapat diteruskan ke otak. Anak yang kurang sehat akan mengalami
kesulitan belajar, sebab ia mudah lelah, pusing, mengantuk,daya konsentrasinya
berkurang dan kurang bersemangat dalam belajar.
Ahmad Thanthowi (1991 : 106) mengatakan: “Karena
sakit-sakitan, maka menjadi sering meninggalkan sekolah. Demikian juga dalam
upaya belajar di rumah frekuensi belajar dapat menjadi menurun. Maka badan yang
sehat dan segar amat berpengaruh bagi tercapainya sukses belajar.”
Gangguan serta cacat mental pada seseorang juga sangat
mengganggu hal belajar orang yang bersangkutan. Bagaimana orang dapat belajar
dengan baik apabila ia sakit ingatan, sedih, frustrasi atau putus asa.”
Bila seorang anak mengalami sakit yang lama, maka sarafnya
akan bertambah lemah, sehingga ia tidak dapat mengikuti pelajaran untuk
beberapa hari dan pelajarannya pun tertinggal. Selain itu cacat tubuh pun dapat
menyebabkan seorang anak mengalami kesulitan belajar.
2) Faktor Psikologi
Belajar memerlukan kesiapan rohani dan kesiapan mental yang
baik, dan yang termasuk dalam faktor psikologi adalah:
a) Inteligensi
b) Bakat
c) Minat
d) Motivasi
b. Faktor Eksternal
1) Faktor orang tua
Keluarga merupakan pusat pendidikan utama dan pertama,
tetapi dapat juga sebagai faktor penyebab kesulitan belajar. Dalam hal ini
orang tua memiliki peranan penting dalam rangka mendidik anaknya,karena
pandangan hidup, sifat dan tabiat seorang anak, sebagian besar berasal dari
kedua orang tuanya.
“Tugas
utama keluarga dalam pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi
pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabi’at anak
sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga lain.”
(Hasbullah, 1996 : 89)
Yang termasuk faktor ini antara lain adalah:
a) Bimbingan dan didikan orang tua
Orang
tua yang tidak tahu atau kurang memperhatikan kemajuan belajar anak-anaknya
akan menjadi penyebab kesulitan belajar anak-anak memerlukan bimbingan orang
tua agar bersikap dewasa dan tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak.
Orang tua yang bekerja dapat mengakibatkan anak tidak memperoleh bimbingan atau
pengawasan dari orang tuanya, sehingga anak akan mengalami kesulitan belajar.
b) Hubungan orang tua dan anak
Faktor
ini penting sekali dalam menentukan kemajuan belajar anak. Kasih sayang dari
orang tua menimbulkan mental yang sehat bagi anak. Kurangnya kasih sayang akan
menimbulkan emosional insecurity. Seorang anak akan mengalami kesulitan
belajar apabila tidak ada atau kurangnya kasih sayang dari orang tua.
c) Suasana rumah atau keluarga
Suasana
rumah yang sangat ramai atau gaduh, mengakibatkan anak tidak dapat belajar
dengan baik. Anak akan selalu terganggu konsentrasinya, sehingga sukar belajar.
d) Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan
ekonomi digolongkan dalam:
·
Ekonomi
yang kurang atau miskin keadaan ini akan menimbulkan kurangnya alat-alat
belajar, kurangnya biaya dan anak tidak mempunyai tempat belajar yang baik.
Ketiga hal tersebut akan menjadi penghambat bagi anak untuk dapat belajar
dengan baik dan hal tersebut juga dapat menghambat kemajuan belajar anak.
·
Ekonomi
yang berlebihan (kaya). Keadaan ini sebaiknya dari keadaan yang pertama, yaitu
ekonomi keluarga yang melimpah ruah. Mereka akan menjadi malas belajar karena
ia terlalu banyak bersenang-senang mungkin orang tua tidak tahan melihat
anaknya belajar dengan bersusah payah keadaan seperti ini akan dapat menghambat
kemajuan belajar.
2) Faktor sekolah
Yang dimaksud dengan faktor sekolah antara lain adalah:
a) Guru
Guru dapat menjadi penyebab kesulitan belajar apabila guru
tidak memenuhi syarat sebagai seorang pendidik, contohnya: hubungan guru
kurang baik dengan siswa dan guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan
anak. Seorang guru dituntut harus dapat mengelola komponen-komponen yang
terkait dalam mendidik para siswa.
“Dalam
komponen- komponen yang berpengaruh terhadap hasil belajar, komponen guru lebih
menentukan karena ia akan mengelola komponen lainnya sehingga dapat
meningkatkan hasil proses belajar mengajar.” (Ladjid, 2005 : 114)
b) Alat pelajaran
Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian
pelajaran tidak baik. Terutama pelajaran yang bersifat praktikum, kurangnya
alat laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan dalam belajar.
c) Kondisi gedung
Apabila gedung sekolah dekat dengan keramaian, ruangan gelap
dan sempit maka situasi belajar akan kurang baik karena sangat mengganggu
konsentrasi sehingga kegiatan belajar terhambat. Dalam belajar dibutuhkan
konsentrasi penuh sehingga siswa akan dengan mudah dalam memahami pelajaran
yang sedang dibahas.
“Ruang
kelas yang kotor, berdebu, dan kurang ventilasi dapat mengganggu kesehatan,
terutama pernapasan sehingga proses belajar mengajar dapat mengalami gangguan.
Demikian juga situasi dalam kelas yang bising, ribut, tidak memungkinkan
tercapainya tujuan belajar yang diinginkan”(Thonthowi, 1991 : 1005)
d) Kurikulum
Kurikulum dapat dikatakan kurang baik apabila
bahan/materinya terlalu tinggi dan pembagian bahan/materi tidak seimbang.
“Kurikulum
yang baik dan seimbang. Kurikulum sekolah yang memenuhi tuntutan masyarakat
dikatakan kurikulum itu baik dan seimbang. Kurikulum ini juga harus mampu
mengembangkan segala segi kepribadian siswa. Di samping kebutuhan siswa sebagai
anggota masyarakat.”(Slameto, 2003 : 93)
e) Waktu sekolah dan disiplin kurang
Waktu yang baik untuk belajar adalah pagi hari, karena
kondisi anak masih dalam keadaan yang optimal untuk dapat menerima atau
menyerap pelajaran. Apabila sekolah masuk siang atau sore kondisi siswa sudah
tidak optimal lagi untuk menyerap pelajaran, karena energi mereka sudah
berkurang. Selain itu pelaksanaan disiplin yang kurang juga dapat menjadi
penghambat dalam proses belajar mengajar.
Selain
faktor-faktor di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga dapat menimbulkan
kesulitan belajar yaitu sindrom psikologis berupa learning disability
(ketidakmampuan belajar) (syah, 1999 : 166).
Faktor-faktor
tersebut adalah:
·
Disleksia
(dyslexia) yaitu ketidakmampuan belajar membaca.
·
Disgrafia
(dysgraphia) yaitu ketidakmampuan belajar menulis.
·
Diskalkulia
(discalculia), yaitu ketidakmampuan belajar matematika.
3) Faktor media masa dan lingkungan
sosial
a) Faktor media masa meliputi; bioskop,
surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Hal-hal tersebut dapat menjadi
penghambat dalam belajar apabila terlalu banyak waktu yang digunakan untuk
hal-hal tersebut, hingga melupakan belajar (Ahmadi, 1991 : 87).
b) Lingkungan sosial, seperti teman
bergaul, tetangga dan aktivitas dalam masyarakat. Ketiga faktor tersebut sangat
berpengaruh terhadap proses belajar anak, misalnya anak terlalu banyak
berorganisasi, hal ini dapat menyebabkan belajar anak menjadi terbengkalai.BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian bab di atas maka dapat penulis simpulkan, yaitu:
1. Kesulitan belajar merupakan
terjemahan istilah bahasa Inggris Learning Disability.
2. Kesulitan belajar khusus adalah
suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup
pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan (Hallan, Kauffman, dan
Lyoyd, 1985: 14).
3. Secara garis besar kesulitan belajar
dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, sebagai berikut: (1) kesulitan
belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning
disabilities); dan (2) kesulitan belajar akademik (academic learning
disabilities).
4. Terdapat dua jenis faktor yang
menyebabkan kesulitan belajar yaitu: faktor internal dan faktor eksternal, yang
termasuk ke dalam faktor internal adalah fisiologi dan psikoloti. Adapun yang
termasuk faktor eksternal adalah faktor orang tua, sekola dan media masa serta
lingkungan.
3.2 Saran
Dalam makalah ini permasalahan kesulitan belajar selalu
menjadi permasalahan yang harus dipahami oleh para pendidik sehingga para
pendidik mampu dalam menghadapi peserta didik yang akhirnya proses belajar
mengajar bisa berjalan lancar dan efektif. Adapun saran yang dapat penulis
sampaikan dalam makalah ini yaitu kepada pada pendidik psikologi siswa haruslah
bisa dikuasa supaya dalam pembelajaran tidak terjadi kekakuan dan
ketidakcanggungan disebabkan karena peserta didik mengalami kesulitan dalam
memahami dan mempelajari pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Posting Komentar